Fenomena Bendera One Piece

Ketika Simbol Fiksi Menggeser Makna Nasional

Surabaya –
Menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, muncul fenomena unik sekaligus memicu perdebatan. Di sejumlah wilayah, khususnya di kalangan anak muda, bendera bajak laut dari serial anime One Piece mulai banyak dikibarkan, bahkan menggantikan posisi bendera merah putih. Kejadian ini menuai perhatian serius, karena dianggap lebih dari sekadar tren pop culture biasa.

Munculnya bendera One Piece, lengkap dengan simbol tengkorak dan topi jerami khas kelompok bajak laut fiktif dalam anime tersebut, ternyata menyimpan pesan yang lebih dalam. Menurut M. Febriyanto Firman Wijaya, akademisi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, fenomena ini mencerminkan adanya kegelisahan sosial dan kekecewaan yang mendalam dari generasi muda terhadap situasi negara saat ini.

“Ketika simbol kenegaraan mulai kehilangan makna esensial, anak muda mencari alternatif yang lebih bisa mereka rasakan secara emosional. Mereka melihat tokoh seperti Luffy dan benderanya sebagai lambang kebebasan, keberanian, dan solidaritas yang nyata—nilai-nilai yang ironisnya justru mereka rasa tidak lagi terwakili oleh simbol negara sendiri,” jelasnya, Minggu (3/8/2025).

Fenomena ini dinilai bukan semata efek globalisasi atau pengaruh budaya Jepang. Menurut Febriyanto, ini adalah bentuk protes diam, semacam ekspresi sunyi dari anak muda yang merasa kecewa dan tidak didengar oleh pemerintah. Pengibaran bendera fiksi ini, bagi mereka, menjadi bentuk perlawanan terhadap formalitas simbolik yang dianggap kosong dan tidak lagi menyentuh kehidupan nyata.

Lebih jauh, ia menekankan bahwa penggantian simbol nasional dengan simbol fiksi merupakan peringatan penting bagi negara. “Kita tidak bisa menyelesaikan masalah ini hanya dengan pelarangan atau retorika nasionalisme. Yang harus dibenahi adalah bagaimana negara membangun kembali kedekatan emosional antara generasi muda dengan identitas kebangsaannya,” ujar Febriyanto.

Ia mengingatkan, jika bendera merah putih hanya dikibarkan karena kewajiban, bukan karena rasa memiliki, maka tak heran jika banyak yang beralih pada simbol lain yang lebih ‘hidup’ dalam imajinasi mereka.

“Simbol-simbol negara harus terus direvitalisasi agar tetap relevan. Dialog antara negara dan warganya, terutama anak muda, menjadi sangat penting. Jangan sampai kita kehilangan generasi hanya karena kita gagal memahami bahasa simbolik mereka,” pungkasnya.

Source
https://www.detik.com/jatim/berita/d-8042624/fenomena-bendera-one-piece-akademisi-kekecewaan-generasi-muda#google_vignette

Share your love

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *